Home » » Geliat Sunyi Kepenyairan Perempuan; Sesobek Catatan

Geliat Sunyi Kepenyairan Perempuan; Sesobek Catatan

 Oleh Ilung S. Enha
 
Ilnung S Enha
Memang tak banyak perempuan yang menulis puisi. Dari panjang membentang sejarah kepenyairan, puisi senantiasa dikerumuni kaum lelaki. Sehempas ombak kepenyairan perempuan pernah memercikkan gelombang, namun ia bak riak-riak kecil yang saling berkejaran lalu senyap-senyap membuncah di tepian pantai kepenyairan.

Sederet ulasan lalu dihamparkan, sebaris alasanpun dipaparkan. Tapi satu yang membuat miris; tak jarang puisi perempuan dibedah-bedah tanpa sekeping hati, diiris-iris dengan pisau tajam analisa yang tanpa nurani, dihakimi, dan bahkan terkadang dicerca-cerca seenak perutnya lelaki.

Bagi perempuan penyair yang berjiwa kuat, mereka lantas berjuang “mencipta” puisi dan meninggalkan langgam kodrat keperempuanan-penyair yang penuh pesona; “melahirkan” puisi. Namun bagi yang jiwa kepenyairannya melemah, tak salah jika lantas berucap: “Dan aku serupa bunga kuncup yang tiba-tiba berkembang lalu seketika gugur tanpa sebab.” 1)


Puisi yang diciptakan, kerapkali mendedahkan kegemerlapan. Tapi puisi yang dilahirkan, senantiasa menyuguhkan keapaadaan. Yang satu mengetalase daya pikat puitika, satunya lagi menggulirkan realitas yang sunyi pretensi. Yang satu menggelombangkan ide dan pemikiran, sedangkan satunya lagi mengalirkan kesahajaan suara hati; yakni sesobek catatan nurani sehabis seharian bergelut dengan kepenatan waktu.

Itulah pasalnya, saya lebih gemar untuk “menikmati” puisi ketimbang “membaca”nya di atas meja bedah kesusasteraan. Sebab seseorang yang “membaca” cenderung menilainya dengan citra pikiran. Sedangkan seseorang yang “menikmati” lebih menggelindingkan cita perasaan.

Ketika puisi yang lahir dari rahim kepenyairan perempuan kita nikmati dalam perspektif keaapaadaan, kita akan merasakan betapa perempuan adalah “tempat segala sayap mengepak, mencipta angin” 2)  Perempuan penyair dengan enjoy pula meluapkan cerita jiwa yang dengan sejurus kehendak “bermaksud bersendau gurau tentang tragedi  3)  yang seraya tanpa beban dan nyaris tak berpretensi.

Kiranya jika beban psikologis jiwa kepenyairan perempuan kita lepaskan dari mata anak panah analisa yang meronta, maka stimuli kepenyairannya akan rona-merekah. Apa yang dialaminya secara nyata dalam kehidupan akan mendedahkan inspirasi yang menuliskan puisi.

Apalagi ujaran Nay Juireng Dyah Jatiningrat dalam puisi Halaman Kosong menyatakan: “dan aku masih menyimpan larik sajak pada halaman itu”. Saya yakin, penyair perempuan hatta yang pemula sekalipun akan dengan riang “menggelapkan pelangi sesungging senyumku” 4).  Meski mungkin saja terkadang masih pula bergelayut “dengan kegelisahan yang tersayat sepanjang halaman”5)

Setangkup energi itulah yang akan menggerakkan perempuan penyair untuk terus “melangkah ke arah fajar” – sebab – “seonggok sunyi masih berdiri” (meminjam idiom Nurul Ilmi Elbana pada Labang Mesem). Karya-karya merekapun akan bergugus-pulau beriringan dengan para lelaki penyair.

Pada era itulah, kita akan dibuatnya terkesiap. Sebab – meminjam idiom Maftuhah Jakfar dalam puisi Deru Campur Pilu – “Bila sudah sampai / Sejatinya  kehidupan yang baru sedang dimulai”. Dalam idiom Tika Suhartatik: “lantaran telah aku sulam ombakombak di atas perahu yang paling lapang” (Puisi “Ada Tuhan antara Kau dan Aku”). Lebih-lebih para perempuan penyair telah lama “mengumpulkan jarum jam yang kelak dapat menusuk urat nadi siapa saja”. 6)

Memandang geliat gerak sunyi kepenyairan perempuan semisal itu, rasanya saya pengin berujar dengan meminjam idiom Salama Elmie: “aku diam-diam ingin menjadi sebuah puisi sepertimu” ( “Perempuan Dalam Puisiku”).



1) Meminjam idiom Benazir Nafilah; puisi “Akhirnya”
2) Meminjam idiom Weni Suryandari; puisi “Pohon Perempuan
3) Meminjam idiom Juwairiyah Mawardy; puisi “Ombak Hidup”.
4) Meminjam idiom Nok Ir;  puisi “Selamat Malam Sang Penyair”
5) Meminjam idiom Nurul Ilmi Elbana; puisi “Rakaat Langkah”.
6) Meminjam idiom Linda Autaharu; puisi “Lelaki Berwajah Kemarin”.
 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

++++++
 
Fõrum Bias : Jalan Pesona Satelit Blok O No. 9 Sumenep, Jawa Timur; email: forumbias@gmail.com
Copyright © 2016. Perempuan Laut - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger