Pada bumiku yang berkapur, tak lagi kauderapkan karapan sapimu
Kau ingin menyutradarai kematian tradisi, juga kematianmu
Tetapi Tuhan menudingkan telunjukNya ke DiriNya sendiri
Bahwa kau tak pernah memiliki kuasa atas ajal
Ladang-ladang kita masih berhumus, bukankah pernah kaunyatakan
Yang terpenting adalah bibit, bibitmu seperti pulauku, bergaram,
Sungguh bergaram
Tapi kauingkari atas nama peradaban yang tak kunjung tiba
Kaunyatakan pulauku hanya sederet kampung yang begitu terbelakang
Tak kau percaya derap sapi-sapi mampu mengedepankan ketertinggalan
Kami tak lagi menyiksa sapi-sapi itu, dengan tusuk paku dan balsem
Dengan param dan garam, dengan geram dan seram
Kami mencintai keindahan seperti sebagaimana seharusnya keindahan
Dan sapi-sapi itu, mengibarkan bendera, meski ajalnya kaudaftarkan
Di pejagalan dan tangan kuasa tukang daging.
Pulau Garam, 16 November 2009
(Juwairiyah Mawardy)
Kau ingin menyutradarai kematian tradisi, juga kematianmu
Tetapi Tuhan menudingkan telunjukNya ke DiriNya sendiri
Bahwa kau tak pernah memiliki kuasa atas ajal
Ladang-ladang kita masih berhumus, bukankah pernah kaunyatakan
Yang terpenting adalah bibit, bibitmu seperti pulauku, bergaram,
Sungguh bergaram
Tapi kauingkari atas nama peradaban yang tak kunjung tiba
Kaunyatakan pulauku hanya sederet kampung yang begitu terbelakang
Tak kau percaya derap sapi-sapi mampu mengedepankan ketertinggalan
Kami tak lagi menyiksa sapi-sapi itu, dengan tusuk paku dan balsem
Dengan param dan garam, dengan geram dan seram
Kami mencintai keindahan seperti sebagaimana seharusnya keindahan
Dan sapi-sapi itu, mengibarkan bendera, meski ajalnya kaudaftarkan
Di pejagalan dan tangan kuasa tukang daging.
Pulau Garam, 16 November 2009
(Juwairiyah Mawardy)
0 komentar:
Posting Komentar